Sedari awal, aku tidak peduli blog ini sifatnya published atau bukan. Dan aku juga tau ada beberapa orang yang bahkan tidak pernah kuberi tahu mengenai keberadaan blog ini pun pernah membacanya. Malah ada beberapa orang yang tidak kukenal, ternyata mengenalnya melalui adikku. Sejujurnya aku tidak pernah berusaha untuk “meng-eksis-kan” diriku, namun semua catatan ini ingin kujadikan kenangan dan tolok ukur pencapaian hidupku. Tak peduli siapa yang tahu, melihat, membaca, atau bahkan mengomentarinya, aku akan tetap menulis.
Entah kenapa judul ini kembali tertulis dalam ingatanku. Aku tahu… kamu tahu… apa yang pernah aku alami dan aku rasakan akan seseorang yang dulu pernah sangat “mengisi” dalam hidupku. Seperti yang pernah kuutarakan, kalau sesungguhnya aku sedang berusaha membuat segunung tanah untuk mengubur, membangun tembok setinggi langit supaya tidak dapat lagi kulihat sinar apa yang pernah mencerahkan hatiku.
Memang terdengar tolol, sebagai seorang pria seharusnya aku bisa dengan mudah melupakan sesuatu. Dan memang pada kenyataannya aku tidak sulit untuk bersikap lebih cuek dan tidak peduli. Namun, untuk kasus yang satu ini adalah pengecualian. Aku tidak pernah membayangkan siapa yang Tuhan berikan untukku untuk melengkapi hidupku nantinya. Yang pasti setiap kali aku memikirkan itu, semua tertuju padanya. Dan hanya dia seorang. Walaupun pernah beberapa kali aku bisa saja mengakhiri semua penderitaan ini, namun hatiku tetap bergeming. Aku tahu rasanya memang sakit untuk menyangkal diri ini sendiri. Memang sakit mengetahui kalau dia lebih dekat dengan pria lain. Memang sakit rasanya mengetahui kalau dia pun sudah tidak akan pernah sedikitpun terpikir tentangku. (untuk yang terakhir ini hanya dugaan, aku pun tak pernah tahu isi pikirannya selama ini). Manakala kami berkumpul dengan yang lainnya, aku tidak henti meneriakkan hatiku untuk memadamkan api yang muncul, bahkan tidak untuk sepercik api pun. Yah… memang benar… SANGAT TIDAK MUDAH!!! Dan buruknya, seperti yang pernah kuberitahukan sebelumnya, aku semakin curiga dengan semua orang di dekatku yang dekat dengannya juga. Namun, aku tidak akan pernah mencaritahu.
Walaupun kami jarang berkomunikasi intens dan sering, kami sempat bertemu berdua walau sekedar untuk makan siang atau bertemu saja. Dan… dia tidak pernah berubah, tetap hangat, ceria dan semua seperti tidak pernah ada sedikit pun hal bodoh atau menyakitkan yang pernah kubuat yang mengganjal di hatinya. Dia bersikap dewasa dan bersahabat. Dan tentunya dia tidak lupa. Dia tetap menanyakan kabarku dan perkembangan terakhirku.
Sejujurnya pikiranku lelah bertarung dengan hatiku. Belakangan ini aku seringkali terbangun di malam hari dengan berbagai pikiran yang mengganggu, dari masalah keluargaku hingga pribadiku. Salah satunya tentu mengenai “dirinya.”
Di satu sisi, hatiku sangat berharap agar dia bisa sedikit saja membukakan pintu untukku dan memberikan kesempatan sekali lagi. Bahkan bila memang Tuhan berkenan, aku memohon supaya aku memiliki waktu berdua dengannya, dan aku ingin dia menuangkan semua yang ada di hatinya selama ini, agar aku tahu dan tidak bertanya-tanya.
Di sisi lain, aku selalu berkeras agar aku bisa mati rasa. Namun setiap saat kucoba, dia semakin tergambar jelas di kepalaku. Aku benar-benar tersihir. Dan jangan kaget, saya tidak melebih-lebihkan. Saya pernah membentur-benturkan kepala ini supaya yang ada hanya rasa sakit dan tidak ada tertinggal sedikit pun kenangan indah.
Setelah liburan dua hari belakangan ini, sekali lagi aku meragu… rasa itu masih ada… masih kuat…