Menjelang Natal ini, saya sempat berujar kalau saya tidak mereasa ada yang spesial dengan Natal ini. Malah lebih buruk, sepertinya saya kurang berterima kasih sama Tuhan. Segala yang dia sudah berikan ke saya sepertinya belum banyak saya syukuri. Sebaliknya, saya malah terus menerus meminta dan mengeluh.
Mulai dari pekerjaan yang luar biasa menyita sebagian besar waktu istirahat saya, bahkan waktu saya berakhir pekan. Belum lagi pikiran yang terbagi antara pekerjaan saya yang sekarang dengan beberapa tawaran menarik dari perusahaan lain. Jujur saja, semua itu menghilangkan lebih dari sebagian dedikasi saya terhadap perusahaan saya yang sekarang.
Dari situ saya selalu berharap supaya bisa diterima di tempat baru, dan segera keluar dari perusahaan ini. Sepertinya saya mudah sekali emosi. Sedikit saja hal yang terjadi di tempat saya yang sekarang, yang menyinggung perasaan, saya langsung beraksi buruk, seakan semuanya negative di mata saya. Padahal sesungguhnya memang bukan sepenuhnya salah siapa atau apa. Memang mental saya sudah sedikit terkikis belakangan ini. Saya tidak se”tangguh” dulu.
Hingga akhirnya saya memutuskan untuk ke Gereja se”sempat”nya. Karna saya berpikir kalau Natal ini hanya liburan yang biasa. Paling2 untuk istirahat. Just another day off. Got nothing to melt my heart of ice. Yes… that solid… Bahkan saya hanya ingin lari dari keramaian Natal. Ingin menyepi dan merenung. Yah… ini memang sisi introvert saya yang sedang dominan.
Tapi akhirnya, entah kenapa, Tuhan sepertinya mau memperlihatkan kepada saya sesuatu yang lain untuk Natal, sesuatu yang benar-benar buat saya meneteskan air mata. Sederetan peristiwa ini yang benar-benar menyentil saya dan membukakan mata saya akan makna Natal yang sesungguhnya. Dari kejadian atau cerita sehari-hari yang sebenarnya sederhana, tapi sesungguhnya itu di sekitar kita.
1. Ku tak akan menyerah
Chella Lumoindong, mungkin anaknya pendeta Gilbert. Marganya sama, soalnya. Whatever… Yang pasti, beberapa hari yang lalu, saya melihat snapshot video nya di facebook seseorang entah siapa saya lupa, lalu cukup tertarik dengan judulnya (“ku tak akan menyerah”). Lalu saya download. Dan ternyata liriknya cukup menggugah saya: “Ku tak akan menyerah, pada apapun juga, sebelum kucoba, apa yang ku bisa. Tetapi ku berserah, kepada kehendak-Mu, hatiku percaya, Tuhan punya rencana” Dan setelah itu, saya mulai sedikit melupakan proses tawaran kerja dari tempat lain itu.
2. Hujan berkepanjangan
Beberapa hari ini, setiap malam selalu hujan besar. Setiap pulang saya melewati Shangri-La yang menuju ke arah Pejompongan. Di depan Shangri-La residence, biasanya ada seorang kakek tua penambal ban. Entah saya yang tidak ngeh, atau memang dia sedang tidak ada. Saya teringat saja kisah saya sekitar dua tahun lalu saat ban motor saya kempes dan dengan kesal, saya sedikit menyalahkan penambal2 ban yang menurut saya adalah orang yang menyebarkan paku juga (anggap saja kalau mau jual obat, tapi kalau tidak ada penyakitnya maka tidak akan laku; sama juga seorang pembuat antivirus menurut saya adalah si pembuat virus itu sendiri – walaupun memang tidak semua seperti itu).
Tetapi setelah berinteraksi dengan si kakek penambal ban, hati saya yang emosi, seketika luluh karena tangannya yang gemetar sambil memegang peralatan tambal itu. Kalau tukang tambal ban lain pake kompresor untuk pompa anginnya, beliau menggunakan pompa tangan.
Saya jadi tidak tega, alhasil, saya sendiri yang akhirnya mengganti ban dalamnya. Lalu saya yang pompa sendiri, karena sepertinya dia agak kesulitan. Hingga akhirnya selesai, dan saya tidak meminta kembalian dari upah ganti ban dalam tersebut. Setelah itu saya pulang dalam hati tenang.
3. Dance with my father
Ini kisah Erwin yang secara kebetulan dia mendengar lagu Dance with My Father-nya Luther Vandross di radio pada jam yang serupa dalam dua hari berurutan. Ternyata malam itu juga, ayahnya terperosok ke dalam sumur pam di rumahnya. Walaupun gak parah, tapi sedikit menyentil dia… “he is my dad, whatever happens…” itu sepenggal yang dia sebutkan dari kejadian itu.
4. Tukang ojek di depan kantor pertamina
Di depan kantor Pertamina pusat, Gambir, saat itu saya baru saja selesai presentasi, dan hendak pulang. Di depan gedung kantor Pertamina tersebut, yg bersebelahan dengan markas AD, ada seorang tukang ojek, yang sepertinya terlihat rapi dan menurut saya dia tidak pantas jadi tukang ojek. Badannya terlihat segar, menggunakan kaca mata dan sedikit memelas menawarkan jasanya kepada saya. Tapi saya menolak karena hendak memeberhentikan taksi.
Siang harinya, saya kembali ke sana, dan dia masih bercokol di sana setelah hujan yang cukup deras mengguyur. Yah memang benar saya perhatikan postur tubuhnya tidak cocok untuk narik ojek. Mungkin dia bisa melakukan yang lain yang lebih baik. Jadi kurir atau semacamnya.
5. Timnas Indonesia
Yah Piala AFF melambungkan timnas Indonesia ke seluruh lapisan masyarakat. Kami bangsa Indonesia sedang larut dalam euphoria kegagahan laskar garuda dalam memperjuangkan kemenangan demi kemenangan di piala AFF.
Yah memang dasar media, pasti hal2 kecil pun diangkat jadi tema berita. Sampai ke kehidupan pribadi pemain. Namun, saya melihat banyak dari mereka berangkat dari nol. Bahkan sampai beli sepatu seharga Rp100,000 pun hutang sama yang punya toko, bahkan sampai gadai anting.
Sungguh mengharukan, ternyata pengorbanan mereka tidak sia-sia.
6. And the Christmas bells that ring there, are the clanging chimes of doom
LESSON LEARNED
1. Berpikirlah positif!!!
Mungkin si kakek penambal ban menyebar paku juga, tapi dengan keadaan seperti itu, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama. Tentunya dia tidak ingin berbuat seperti itu. Jauh di dalam hatinya saya yakin dia juga tidak berniat untuk itu. Tapi apa boleh buat…
2. Jangan putus asa!!!
Hai Laskar Garuda… terima kasih atas semuanya. Ternyata disiplin, kegigihan, rasa percaya dan semangat tempur yang hebat itu bisa mengalahkan segala kesulitan, tantangan, bahkan rasa sakit.
Thanks Chella…
3. BERSYUKURLAH!!!!
Kejadian papa Erwin, membuat saya teringat papa dan keluarga di rumah. Ternyata saya masih punya orang tua yang masih sehat, adik2 yang ceria. Teman2 yang hebat.
Tukang ojek depan kantor Pertamina menyentil saya untuk bersyukur atas pekerjaan saya. Jika memang ada yang lebih baik, kenapa tidak… Namun, apapun yang saya kerjakan dan saya dapatkan saat ini adalah berkah tak ternilai… Sungguh saya harus bersyukur.
Dan tentunya lagu Natal dari Band Aid, membukakan mata ini, akan beruntungnya saya sekarang sebagai manusia. Bandingkan mereka yang berada di Afrika yang sangat bersyukur mereka bisa hidup sepanjang tahun ini, karena bisa bertahan hidup saja sudah merupakan berkah. Dan mungkin lonceng Natal yang berdentang di sana hanyalah lonceng-lonceng kematian yang setiap saat bisa menjemput mereka karena kerasnya kehidupan.
Terima kasih Tuhan… Natal ini sempurna… maafkan saya yang ragu..
No comments:
Post a Comment